- Back to Home »
- ekosistem mangrove
Posted by : Unknown
Selasa, 03 Desember 2013
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ekosistem Mangrove
Kata mangrove sendiri
merupakan kombinasi kata mangue (bahasa portugis) yang berarti tumbuhan dan
kata grove (bahasa inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Dalam Bahasa
Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di
daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan
yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah coastal
woodland, intertidal zone, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia). Hutan
mangrove merupakan jenis hutan halofil yang menempati zona intertidal tropika
dan subtropika, berupa rawa yang dibatasi oleh pasang surut. Halofil merupakan
tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap salinitas payau
dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian, sehingga spesies
tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes
obligat.
Adaptasi tumbuhan
mangrove terhadap kadar
garam antara lain sebagai berikut :
1. Sekresi garam (salt
extrusion/salt secretion).
Flora mangrove menyerap
air dengan kadar garam tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar
garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh Avicennia,
Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizopora (melalui
unsur-unsur gabus pada daun)
2. Mencegah masuknya garam
(salt exclusion).
Flora mangrove menyerap
air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan / ultra filter yang
terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizopora,Ceriops,Sonneratia, Avicennia,Osbornia,Bruguiera,
Excoecaria,Aegiceras, Aegialitis dan Acrostichum
3. Akumulasi garam (salt
accumulation).
Flora mangrove sering
menyimpan natrium dan khlorida pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang sudah
tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan
merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat
pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme ini dilakukan oleh Excoecaria
,Lumnitzera, Avicennia,
Osbornia, Rhizopora,
Sonneratia dan Xylocarpus( Indriyanto,
2006).
2.2 Jenis
Organisme pada Ekosistem Mangrove
Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan
daerah yang landai. Mangrove dapat tumbuh secara optimal pada wilayah pesisir
yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung
lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan
vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sangat sulit ditemui di wilayah
pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat,
karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi
pertumbuhannya.
Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yang meliputi Avicennie, Sonneratia,
Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,
Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Sedangkan zonasi mangrove sendiri
dipengaruhi oleh lima factor yaitu:
- Salinitas, yang berkaitan dengan hubungan osmosis mangrove.
- Gelombang, yang menentukan frekuensi tergenang
- Substrat, dapat berupa lumpur.
- Pengaruh darat seperti aliran air yang masuk dan rembasan air tawar
- Keterbukaan terhadap gelombang, yang menentukan jumlah substrat yang dapat dimanfaatkan.
Zonasi mangrove jika dilihat
dari jenis pohon di Indonesia, jika di runtut dari arah laut ke darat, biasanya
dibedakan menjadi 4 zona, sebagai berikut:
1. Zona Api- api
Zona ini terletak paling dekat dengan laut dengan
ciri- ciri kondisi tanah yang berlumpur agak lembek(dangkal) sedikit bahan
organic dan kadar garam agak tinggi. Zonaini didominasi oleh jenis tumbuhan
Api- api( Avicennia sp.) dan prepat( Sonnetaria sp.)dan biasanya berasosiasi
dengan jenis bakau( Rhizophora sp.)
2. Zona Bakau(Rhizophora
sp.)
Biasanya terletak dibelakang api- api dan prepat,
keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi oleh jenis-
jenis dengan jenis lain seperti tanjang ( Bruguiera
sp.), Nyirih (Xylocarpus sp.),
dan dungun (Heritirea sp.)
3. Zona Tanjang (Bruguiera
sp.).
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut
dan dekat dengan daratan. Keadaan lingkungan berlumpur agak keras dan agak jauh
dari garis pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera sp.) dan di
beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain seperti tingi ( Ceriops sp.) dan duduk (Lamnitzera sp.).
Jenis Bruguiera gymnorrhiza merupakan
jenis pohon penyusun terakhir formasi mangrove.
4.
Zona Nipah (Nypa fructicane)
Terletak paling dekat dengan daratan, dimana zona ini
mengandung kadar salinitas sangat rendah dibandingkan dengan zona
lainnya,tanahnya keras kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di
tepi- tepi sungai dekat laut sertapada umumnya ditumbuhi vegetasi Nipah ( Nypa
fructicane), Derris sp.dll(Kordi, ghufran:2012).
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai
di habitat mangrove antara lain adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla
sp.), ngengat (Attacus sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis
krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe
spp., Nephila spp., Cryptophora spp.); jenis ikan seperti
ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.);
jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.),
ular air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale
sp,) dan tupai (Callosciurus sp.), golongan primate (Nasalis
larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar
dan lain-lain. Karakteristik lain yang sering terdapat dilihat dari
ekosistem mangrove adalah adanya ikan belodok, gelodok, blodok atau yang
dikenal dengan mud skipper yang dapat memakan kepiting, serangga, siput dan bahkan
jenis ikan bledok yang lain.
2.3 Faktor
Pembatas pada Ekosistem Mangrove
Tumbuhan pada ekosistem mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi yang
sangat tinggi yaitu dapat tahan terhadap suhu yang tinggi, fluktuasi salinitas
yang luas dan tanah anaerob. Walaupun tumbuhan mangrove dapat berkembang pada
kondisi lingkungan yang buruk, akan tetapi tumbuhan mangrove mempunyai
kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan diri terhadap kondisi fisik kimia
lingkungannya. Terdapat factor yang membatasi penyebaran pertumbuhan mangrove
yaitu:
A. Faktor
Abiotik
- Pasang Surut
Pasang surut menentukan waktu dan tinggi penggenangan
suatu lokasi, sehingga dapat menentukan spesies tumbuhan yang tumbuh. Tinggi
dan waktu penggenangan air laut juga akan sangat menentukan salinitas tanah.
- Salinitas
Salinitas adalah salah satu faktor yang menentukan
penyebaran tumbuhan mangrove dan juga menjadi faktor pembatas meskipun beberapa
spesies tumbuhan mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas
namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan menyebabkan kadar
garam tanah dan air mencapai titik ekstrim sehingga dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Spesies Bruguiera
parviflora mencapai perkembangan maksimum pada salinitas sekitar 20°/00,
spesies B. gymnorhiza tahan pada
salinitas sekitar 10-25º/00, sedangkan spesies B. sexangula cenderung lebih suka pada salinitas tanah <10°/00.
Kemampuan mangrove tumbuh pada air asin karena
kemampuan akar- akar tumbuhan untuk mengeluarkan atau mengsekresikan garam dan
beberapa spesies mempunyai akar yang dapat memisahkan garam, dan beberapa
spesies lainnya pemisahannya ini terjadi ketika proses penguapan atau transpirasi
di daun. Penguapan daun ini menimbulkan terjadinya tekanan negative, yang
menyebabkan air yang ada di system perakaran tertarik ke dekat xylem dan
peristiwa ini pula terjadi pemisahan air tawar dan air lautyang ada di membrane
akar (Supriharyono,2007).
- Substrat
Substrat tanah juga menentukan pertumbuhan mangrove.
Tipe substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove adalah lumpur lunak yang
mengandung slit, clay, dan bahan organic yang lembut. Tanah vulkanik juga
merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mangrove, sedangkan substrat
yang mengandung quartztic dan granitic alluvial kurang baik untuk pertumbuhan
mangrove. Manrove lebih cocok tumbuh pada jenis tanah slit dan clay karena tipe
tanah tersebut dapat menunjang proses
regenerasi, dimana partikelliat yang berupa lumpur akan menangkap buah tumbuhan
mangrove yang jatuh ketika sudah masak. Proses inilah yangdapat menentukan
kerapatan zonasi mangrove.
Pada substrat pasir yang
bercampur dengan patahan karang kerapatan mangrove sangat rendah karena pasir
tersebut tidak dapat menahan buah yang jatuh sehingga mudah dibawa oleh arus
air laut. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi
hutan Avicennia/Sonn ratia/Rhizophora/Bruguiera, Mg>Ca>Na atau K yang ada
adalah Nipah dan konsentrasi Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca
- Fisiografi pantai
Fisiografi
pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan
mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam
jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai
landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga
distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal
komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang
terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
- Iklim
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui
cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Cahaya sendiri menentukan proses
fotosintesis, respirasi, fisiologi mangrove, sedangkan curah hujan optimum
pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun. Suhu
untuk produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20º C dan jika
lebih tinggi produksinya akan berkurang. Untuk Rhizophora stylosa, Ceriops,
Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal
pada suhu 26-28º C, Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 27º C, dan Xylocarpus
tumbuh optimal pada suhu 21-26º C.
- Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen dalam mangrove hanya sedikit. Untuk
mencukupi kebutuhan oksigen tersebut, umumnya mangrove mempunyai akar napas (aerial
root) yang disebut pneumatophores(Kordi, 2012).
B. Faktor
Biotik
1. Jumlah Parasit
Salah
satu jenis tumbuhan parasit yang umum ditemukan pada mangrove adalah benalu Loranthus
sp. (Familia Loranthaceae) sejenis tumbuhan berbunga yang dapat melakukan
fotosintesis sendiri. Meskipun merugikan, parasitisme oleh benalu jarang
menyebabkan kematian pada tumbuhan Inang. Dampak negatif yang timbul
kemungkinan bersifat lokal dan hanya menimbulkan efek pada cabang yang ditumpangi
oleh benalu. Selain itu, efek naungan (shading) yang ditimbulkan oleh
daun benalu menghalangi cahaya matahari sehingga membuat sebagian daun mangrove
terhalang dan tidak dapat berfotosintesis.
Jenis
tumbuhan parasit yang lebih merugikan adalah jamur karena dapat menyebabkan
kematian pada mangrove. Avicennia marina yang tumbuh di pantai
Queensland tengah (Australia) mengalami kematian massal akibat diserang oleh
jamur dari jenis Phytophthora sp. pada bagian akarnya. Anehnya, jamur
ini hanya menyerang Avicennia marina saja dan tidak menyerang jenis
mangrove yang lain. Akibatnya, terjadi perubahan komposisi jenis mangrove di
daerah tersebut dimana daerah yang kosong akibat kematian Avicennia marina dikolonisasi
dengan cepat oleh Rhizophora stylosa.
2. Struktur Umur
Tahap perkembangan tumbuhan yang umum teramati dapat berlangsung sebagai
berikut : biji yang dapat berkecambah (viable seed), semai (seedling),
usia muda (juvenil), dewasa vegetatif (mature vegetatif), dewasa
generatif (mature generatif), dan tua (senescent).
Daur hidup vegeatsi mangrove ini memiliki daur hidup yang khusus
yaitu menggunakan Propagule. Propagule merupakan salah satu cara mangrove
berkembang biak. Propagule ini berbentuk silindris, lonjong tergantung pada
jenis mangrove itu sendiri(Resosoedarmo,dkk.1985).
2.4 Siklus
Materi dan Aliran Energi pada Ekosistem Mangrove
Aliran Energi yang ada pada
ekosistem mangrove dapat dijelaskan dari peristiwa gugurnya daun mangrove yang
menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan
C02 dari udara pada tingkatan trofik ekosistem mangrove sebagai produsen.
Kemudian detritus (pengurai) pada tingkatan trofik sebagai dekomposer pada
ekosistem ini yaitu mikrobial menghancurkan atau menguraikan senyawa organik
yang berasal dari penghancuran luruhan daun dan ranting mangrove yang jatuh ke
substrat perairan pada ekosistem mangrove.
Daun mangrove yang mengalami perubahan komposisi senyawa di konsumsi
oleh kepiting, kerang dan udang, pada tingkatan trofik sebagai konsumen tingkat
II. Pada rantai makanan, aliran energi dan materi pada ekosistem ini juga
timbul predasi yaitu siklus pemangsa dan dimangsa dimana ikan, burung bangau
pada tingkatan trofik menempati posisi konsumen tingkat III (Odum,1975).
Siklus materi vegetasi mangrove dapat digambarkan dari siklus
biogeokimia yang meliputi:
1.
Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika organisme – organisme hidup yang ada melakukan proses respirasi,
terutama pada hewan – hewan yang ada di ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2
yang dihasilkan akan digunakan oleh tanaman yang tidak lain
adalah mengrove untuk proses
fotosintesis. Hasil dari fotosintesis yang
berupa O2 akan
digunakan lagi oleh mahluk hidup dalam proses respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan dari penguraian organisme – organisme mati oleh decomposer. CO2
yang dihasilkan akan kembali keatmosfer dan digunakan lagi oleh organisme yang
membutuhkan.
2.
Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti siklus karbon melalui proses
fotosintesis dan respirasi.
3.
Siklus Nitrogen
Siklus
nitrogen pada ekosistem
mangrove hanya sedikit terjadi. Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme mati oleh bakteri – bakteri yang
sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia yang kemudian akan digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
4.
Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen, fosfor organik berawal dari organisme – organisme
yang sudah mati dan diuraikan oleh decomposer menjadi fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan tanah, mengendap di
sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian akan diserap oleh akar tanaman mangrove.
Siklus air
melibatkan proses evaporasi, transpirasi, presipitasi dan kondensasi.
Siklus air akan berputar melaluitanah, laut dan udara. Pada ekosistem
mangrove siklus diawali dari proses transpirasi dan evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang
ada. Dari proses evaporasi dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke atmosfer dan berkondensasi membentuk awan.
Setelah terbentuk konsentrasi air yang cukup, kemudian air ini diturunkan ke bumi melalui
proses presipitasi kedaratan atau kembali ke laut. Bagi air yang jatuh di
daratan, air ini kemudian akan meresap ke bawah tanah dan mengalir ke arah laut.
Kemudian akan terjadi proses evaporasi dan transpirasi lagi. Proses
ini akan terus berulang sehingga membentuk sebuah siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi akan terus menerus mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi(Indriyanto,2006).
DAFTAR
PUSTAKA
Bengen, D.G. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan Dan
pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan
Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset
Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Indriyanto, G. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kordi, ghufron. 2012. Ekosistem Mangrove; Potensi,
fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Odum, E.P.. 1971. Fundamental Of Ecology. WB. Sander
Company, USA.
Rososoedarmo, R.S.,K. Kartawinata, A. Soegiarto. 1985.
Pengantar Ekologi. Bandung:
Penerbit Remaja Karya.
Saputro, GB., dkk. 2009. Peta Mangrove Indonesia.
Jakarta: Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional(Bakosurtanal).
Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem dan Sumber
Daya Hayati di Wlayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.