- Back to Home »
- ekosistem laut
Posted by : Unknown
Senin, 09 Desember 2013
. BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem lautan merupakan sistem akuatik yang
terbesar di bumi ini. Salah satu bagian dari ekosistem laut adalah kawasan
intertidal (intertidal zone). Menurut Nybakken (1992) zona
intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara zona lautan yang
lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut
terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas
dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya
semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan
semakin sempit.
Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal sangat kaya akan oksigen. Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat di daerah intertidal ada yang berpasir dan ada yang berbatu.
Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam
aktifitas manusia dan memiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi
menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja
akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di dalamnya. Pengaruh
tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi.
Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem
pesisir atau lautan yang sangat kompleks. Banyak pola interaksi antar organisme
laut yang dapat ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini
harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Dengan demikian,
ekosistem intertidal sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut lagi.
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis dapat merincikan permasalan yang akan dibahas yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan zona intertidal?
2. Apa saja faktor-faktor pembatas yang ada
pada zona intertidal?
3. Apa saja jenis organisme yang hidup di zona intertidal tersebut?
4. Bagaimana siklus materi dan aliran
energi pada zona intertidal?
1.3
Tujuan
dan Manfaat
Perumusan
masalah di atas mempunyai tujuan:
1. Untuk mengetahui pengertian
zona intertidal.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor
pembatas di zona intertidal.
3.
Untuk mengetahui jenis organisme yang hidup pada zona intertidal.
4.
Untuk mengetahui siklus materi dan aliran
energi pada zona intertidal.
BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zona
Intertidal
Daerah intertidal merupakan
daerah pantai yang terletak antara pasang teringgi dan surut terendah.
Berdasarkan kondisi ingkungan, daerah intertidal merupakan zona intertidal
berbatu dan zona intertidal berpasir. Secara umum, daerah intertidal
dipengaruhi oleh pasang
dan surutnya air laut, sehingga dapat dibagi menjadi tiga zona. Zona pertama
merupakan zona di atas pasang tertinggi dan garis laut yang hanya mendapat
siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak yang menerpa daerah
tersebut (supratidal). Zona kedua
merupakan batas antara surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan
laut (intertidal). Zona ketiga adalah
batas bawah dari surut terendah garis permukaan laut (subtidal) (Nybakken, 1992).
Sedangkan menurut McNaughton (1998),
zona intertidal merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di
samudra dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali, hanya beberapa
meter luasnya, terletak di antara air tinggi dan air rendah. Walaupun luas
daerah ini sangat terbatas tetapi daerah ini memiliki variasi faktor lingkungan
yang terbesar di bandingkan dengan daerah bahari lainnya, dan variasi ini dapat
terjadi pada daerah yang hanya berbeda jarak beberapa sentimeter
saja.
2.2 Faktor – Faktor Pembatas di Zona Intertidal
Zona intertidal merupakan zona yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut dengan luas area yang sempit antara daerah pasang
tertinggi dan surut terendah. Pada zona ini terdapat variasi faktor lingkungan
yang cukup besar, seperti fluktuasi suhu, salinitas, kecerahan dan lain – lain.
Variasi ini dapat terjadi pada daerah yang hanya berjarak sangat dekat misalnya
beberapa cm. Zona ini dihuni oleh organisme yang keseluruhannya merupakan
organisme bahari. Keragaman faktor lingkungannya dapat dilihat dari perbedaan
gradient. Sejumlah besar gradien ekologi dapat terlihat pada wilayah intertidal
yang dapat berupa daerah pantai berpasir, berbatu maupun estuari dengan
substrat berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai ini dapat dipahami
melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang dipusatkan pada perubahan
utamanya serta hubungan antara komponen biotik (parameter fisika-kimia
lingkungan) dan komponen abiotik (seluruh komponen makhluk atau organisme) yang
berasosiasi di dalamnya. Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang
dijumpai di zona intertidal disebabkan karena zona ini berada di udara terbuka
selama waktu tertentu dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang
lebih besar di udara daripada di air.
Adapun faktor-faktor pembatas yang menjadi indikator
di zona inertidal dapat disebutkan sebagai berikut :
2.2.1 Lingkungan
Abiotik
1. Pasang Surut
Naik
turunnya permukaan laut secara periodik selama satu interval waktu disebut
pasang-surut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang
mempengaruhi kehidupan di zona intertidal. Tanpa adanya pasang-surut atau
hal-hal lain yang menyebabkan naik turunnya permukaan air secara periodik, zona
ini tidak akan seperti itu, dan faktor-faktor lain akan kehilangan pengaruhnya.
Ini diakibatkan kisaran yang luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan
langsung yang bergantian antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan yang
terendam air. Jika tidak ada pasang surut, fluktuasi yang besar ini tidak akan
terjadi.
Dengan
pengecualian, kebanyakan daerah pantai di dunia mengalami pasang surut.
Laut-laut besar yang sangat kurang mengalami pasang surut adalah laut tengah
dan laut baltik. Di daerah ini, fluktuasi permukaan air di garis pantai
terutama yang disebabkan oleh pengaruh angin (gerakan air) yang mendorong air
laut ini. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa semua pantai mengalami kisaran
atau tipe pasang surut yang sama. Penyebab terjadinya pasang surut dan kisaran
yang berbeda, sangat kompleks dan berhubungan dengan interaksi tenaga penggerak
pasang surut, matahari dan bulan, rotasi bumi, geomorfologi pasur samudra, dan
osilasi alamiah berbagai pasur samudera.
Naik
turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang
surut diurnal, atau dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi
diurnal. Dan ada juga yang berperilaku diantara keduanya disebut dengan pasang
surut campuran. Pada suatu perairan pasang surut ini dapat diprediksi dengan
analisa numerik sehingga pengetahuan kita tentang ramalan pasang surut akan
memudahkan pada saat kita melaksanakan penelitian di daerah pesisir. Untuk
keperluan itu diperlukan data pengukuran paling sedikit selama 15 hari, atau
selama 18.6 tahun jika ingin mendapatkan hasil prediksi dengan akurasi yang
tinggi. Data-data yang didapat tersebut dapat kita uraikan menjadi komponen
pasang surut, yang kita kenal dengan komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan
karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, sehingga dengan mengetahui
amplitudo dan perioda dari masing-masing komponen pasur tersebut, kita dapat
mensitesanya melalui penjumlahan komponen pasur yang ada.
2. Gelombang
Di zona
intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap organisme
dan komunitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh in
terlihat nyata baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas gelombang
mempengaruhi kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama yaitu :
a)
Pengaruh mekaniknya menghancurkan dan
menghanyutkan benda yang terkena. Sering terjadi penghancuran
bangunan-bangunan buatan manusia yang disebabkan oleh berbagai jenis gelombang
badai dan hal ini terjadi juga di zona intertidal. Jadi mahluk apapun
yang mendiami zona ini harus beradaptasi dengan mekanisme penghancuran
gelombang ini. Pada pantai-pantai yang memilki pasir atau kerikil,
kegiatan ombak yang besar dapat membongkar substrat yang ada disekitarnya,
sehingga mempengaruhi bentuk zona. Terpaan ombak dapat menjadi pembatas
bagi organisme yang tidak dapat menahan terpaan tersebut, tetapi diperlukan
bagi organisme lain yang tidak dapat hidup selain di daerah dengan ombak yang
kuat.
b)
Kegiatan ombak dapat memperluas
batas zona intertidal. Ini terjadi karena penghempasan air yang lebih tinggi di
pantai dibandingkan yang terjadi pada saat pasang surut yang normal. Deburan
ombak yang terus-menerus ini membuat organime laut dapat hidup di daerah yang
lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan ombak daripada di daerah tenang
pada kisaran pasang surut yang sama. Kegiatan ombak juga mempunyai pengaruh
kecil lainnya Yakni mencampur atau mengaduk gas-gas atmosfir ke dalam air, jadi
meningkatkan kandungan oksigen sehingga daerah yang diterpa ombak tidak pernah
kekurangan oksigen. Karena interaksi dengan atmosfer terjadi secara teratur dan
terjadi pembentukan gelembung serta pengadukan substrat, penetrasi cahaya di
daerah yang diterpa ombak dapat berkurang. Akan tetapi secara ekologi hal ini
tidak begitu jelas.
3. Suhu dan
Salinitas
Merupakan parameter yang sangat
penting apabila kita menyelidiki tentang asal-usul dari air tersebut. Kedua
parameter ini menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas antara dua
tempat akan menhasilkan perbedaan tekanan yang kemudian memicu aliran massa air
dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Disamping
itu, dengan menggambungkan suhu dan salinitas dalam suatu diagram (dikenal
sebagai T-S diagram) kita dapat melacak asal-usul dari massa air tesebut.
3.1 Suhu suatu perairan dipengaruhi
oleh:
Ø Radiasi
surya
Ø Posisi surya
Ø Letak
geografis, musim, dan kondisi awan
Ø Serta proses
antara air tawar dan air laut (seperti alih bahang, penguapan , hembusan angin.
3.2 Salinitas
juga dipengaruhi oleh:
Ø Lingkungan
Ø Musim
Ø Interaksi
antara air dan udara (penguapan dan hembusan angin, percampuran antara sungai
dan laut, dan interaksi antara laut dengan daratan/gunung es)
4. Tekstur
Sifat-sifat fisik pasir yang
berperan dalam ekosistem meliputi tekstur, kematangan, dan kemapuan menahan
air.
5. Air
Hal-hal penting pada
air yang mempengaruhi kehidupan makhluk hidup adalah suhu air, kadar mineral
air, salinitas, arus air, penguapan, dan kedalaman air.
6.
Udara
Udara merupakan
lingkungan abiotik yang berupa gas. Gas itu berbentuk atmosfer yang melingkupi makhluk hidup. Oksigen,
karbon dioksida, dan nitrogen merupakan gas yang paling penting bagi kehidupan
makhluk hidup.
7.
Cahaya
Matahari
Cahaya matahari
merupakan sumber energi utama bagi kehidupan di bumi ini. Namun demikian,
penyebara cahaya di bumi belum merata. Oleh karena itu, organisme harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang intensitas dan kualitas cahayanya
berbeda.
8. Kecepatan
Arus
Arus dapat mempengaruhi
keberadaan dan distribusi organisme di suatu habitat sedimen serta mempengaruhi
kebiasaan makan meiofauna. Kelimpahan beberapa 36 meiofauna secara negatif
dipengaruhi oleh arus.
9. Derajat
Keasaman (pH)
Faktor pH sedimen
memiliki peranan yang tidak begitu besar dalam kehidupan organisme. Hal ini disebabkan
oleh nilai pH air laut yang cukup tinggi sekitar 7.5–8.8 dapat berperan sebagai
penyangga (buffer) yang dapat mencegah terjadinya perubahan pH yang
terlalu besar.
10.
Kedalaman
Kedalaman
perairan mempengaruhi jumlah dan jenis hewan. Secara teori dikatakan bahwa
perbedaan variasi dari jumlah spesies antara kedalaman 0,2-4 meter adalah
kecil. Secara tidak langsung kecerahan perairan juga akan mempengaruhi
komunitas di perairan.
2.2.2 Biotik
1. Jumlah
Predator
Aktivitas pemangsaan dapat menyebabkan
hilangnya meiofauna dari suatu daerah yang sempit dan menyebabkan gangguan yang
dapat diikuti oleh suatu rangkaian pembentukan kembali suatu koloni. Hal ini menyebabkan
terjadinya distribusi yang tidak merata di sedimen. Kelimpahan meiofauna
dekat batas antara sedimen-air meningkat bilamana tidak hadirnya predator.
Berkurangnya tekanan predasi ini menyebabkan mikrofitobentos dan stabilitas
sedimen meningkat.
2. Struktur Umur
Sebaran umur dalam populasi
akan sangat mempengaruhi natalitas dan mortalitas yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap densitas populasi. Data struktur umur dari populasi
biasanya disajikan dalam bentuk piramida umur
(Odum, 1996)
2.3
Jenis
Organisme di Zona Intertidal
Pada
zona intertidal, pasang-surut yang terjadi pada siang hari atau malam hari
memiliki pengaruh yang berbeda terhadap organisme. Surut pada malam hari
menyebabkan daerah intertidal berada dalam kondisi udara terbuka dengan kisaran
suhu relatif lebih rendah jika dibanding dengan daerah yang mengalami surut
pada saat siang hari. Pengaruh
pasang-surut yang lain adalah karena biasanya terjadi secara periodik maka
pasang-surut cenderung membentuk irama tertentu dalam kegiatan organisme
pantai, misalnya irama memijah, mencari makan atau aktivitas organisme lainnya. Pengaruh pasang-surut
terhadap organisme dan komunitas zona intertidal paling jelas adalah kondisi
yang menyebabkan daerah intertidal terkena udara terbuka secara periodik dengan
kisaran parameter fisik yang cukup lebar. Organisme intertidal perlu kemampuan
adaptasi agar dapat menempati daerah ini.
2.3.1
Biota di daerah zona intertidal
Keragaman faktor lingkungannya dapat dilihat dari perbedaan faktor
lingkungan secara fisik , yang mempengaruhi terbentuknya tipe atau
karakteristik komunitas biota serta habitatnya. Sebagian besar gradien ekologi
dapat terlihat pada wilayah intertidal
yang dapat berupa daerah pantai berpasir, berbatu maupun estuari dengan
substrat berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai ini dapat dipahami
melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang dipusatkan pada perubahan
utamanya serta hubungan antara komponen biotik (parameter fisika - kimia
lingkungan) dan komponen abiotik (seluruh komponen makhluk atau organisme) yang
berasosiasi di dalamnya.
Biota pada ekosistem pantai berbatu adalah
salah satu daerah ekologi yang paling familiar, habitat dan interaksinya sudah
diketahui oleh ilmuan, penelitian diadakan di pulau Cruger yang pantai utaranya
merupakan ( freshwater ) air tawar dan berbatu. Fauna pada pantai berbatu pulau
cruger berkarakteristik dominan pada binatang air tawar. Sebagian besar berupa
Dipterans, Nematodes, Microannelida, Gastropoda, Bivalves dan Flatworms secara
keseluruhan, macroinvertebrate yang ada di pantai ini berasal dari golongan
Tubellaria, Nematoda, Oligochaeta, Gastropoda, Dreissna, Acari, Amphipoda,
Ephemeroptera, Trichoptera, coteoptera, Ceratopogonidae, Chironomidae. Sama
seperti lingkungan air tawar, serangga menjadi hal umum di pulau cruger .
Serangga yang terdapat adalah Epheraroptera, Trichoptera, coleoptera dan
diptera. Di lingkungan laut khususnya di intertidal. Spesies yang berumur
panjang cenderung terdiri dari berbagai hewan inverbrata. hewan-hewan intertidal
dominan yang menguasai ruang selain Mytilus californianus yang terdapat
dalam jumlah banyak di pesisir pasifik adalah teritip Balanus Cariogus
dan Balanus glandula. Dua spesies tersebut terdapat melimpah di wilayah
intertidal walaupun kenyataannya mereka bersaing dengan M.californianus
hal ini menyebabkan pertumbuhan teritip dapat berlangsung dengan baik. Pisaster
Ochraceus merupakan predator kerang yang rakus sehingga secara efektif
mencegah kerang menempati seluruh ruang (Nybakken, 1992).
Pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky shore) merupakan tempat yang
sangat baik bagi hewan-hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang dapat menempelkan diri
pada lapisan ini. Golongan ini termasuk banyak jenis gastropoda, moluska dan
tumbuh-tumbuhan yang berukuran besar. Dua spesies Uttorina undulata dan tectarius
malaccensis, tinggal dan hidup di bagian batas atas dari pantai di bawahnya
berturut-turut ditempati oleh jenis spesies lain monodonta labio dan Nerita
undata. Kemudian oleh cerithium morus dan Turbo intercostalis.
Akhirnya pada batas yang paling bawah terdapat lambis-lambis dan Trochus
gibberula (Hutabarat, 2008).
Tabel 1. Jenis-jenis organisme
Zone
|
Pantai berbatu
|
Pantai berpasir
|
Pantai berlumpur
|
|
Upper zone
|
Alga yang menjalar
Cyanobacteria (bakteri hijau biru)
cacing kecil,
periwinkles, kepiting, rajungan
|
Scylla olivacea, Scylla serrata dan Scylla paramamosain
dimana Scylla olivacea
|
nematoda dan oligochaetes
|
|
Middle zone
|
Bernakel, Kerang
terkadang tiram, bintang laut, mussels, kepiting, bernacles, isopods,
Mata Kebo (Turbo brunnes), Cephalopoda (cumi-cumi, gurita dan
notilus), Bivalvia (kijing, tiram dan kepah), Crustacea, nekton
|
Scaphopoda (keong gading), Crustacea, Cacing policaeta, bivalva, Donax sp. Mytilus
edulis,
|
Harpacticoid copepoda, mystacocarid, nematoda, oligochaetes dan
turbelaria
|
|
lower zone
|
alga merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar,
terkadang kelp yang lebat (alga coklat) tunicata (sea squirt), Chiton, lely
laut, Asterias asterina, sun star, Brittle star (Ophiura), bulu babi(stongylocentrotus,
nekton
|
ikan badut, ikan lepu, ikan barakuda, ikan baronang, botana, Kepe strip
delapan, Kepe coklat,kepe monyong zebra, kambingan, Kerapu layar,dll
|
40-70%, nematoda dan crustacea,nekton
|
Biota yang ada di daerah zona intertidal didukung oleh
adanya penelitian-penelitian seperti, penelitian
pertama dilakukan oleh Dayton (1975), Dia
menemukan kelompok dominan seperti Hedophyllum sessile, Laminaria setchelli, dan
Lessionopsis littolaris, semuanya tumbuh lebat dan
menyaingi beberapa spesies yang lebih kecil di daerah intertidal bawah. Spesies yang lebih kecil itu biasanya
merupakan spesies yang dapat tumbuh cepat dan dapat membentuk koloni dengan
cepat di tempat yang terbuka.
Penelitian
kedua dilakukan oleh Vadas yang
menemukan bahwa kelompok raksasa Nereocystis menyaingi dan menutup alga
cokelat Agarum. Di pantai New England,
penelitian yang sama dilakukan oleh Lubchenko (1978) yang menunjukkan bahwa Entomorpha intestinalis merupakan
kompetitior ruang yang dominan.
2.3.2
Pola adaptasi organisme di daerah zona intertidal
Bentuk adaptasi adalah mengcakup adaptasi
struktural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi struktural
merupakan cara hidup untuk menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan struktur
tubuh atau alat-alat tubuh ke arah yang lebih sesuai dengan keadaan lingkungan
dan keperluan hidup.
Adaptasi fisiologi adalah cara makhluk
hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara penyesuian
proses-proses fisiologis dalam tubuhnya. Adaptasi tingkah laku adalah
respons-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah
laku. Organisme intertidal memilki kemampuan untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang dapat berubah secara signifikan,
pola tersebut meliputi :
a) Daya Tahan terhadap Kehilangan air
Organisme laut berpindah dari air ke udara terbuka, mereka mulai kehilangan
air. Mekanisme yang sederhana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada
hewan-hewan yang bergerak seperti kepiting dan anemon.
b) Pemeliharaan Keseimbangan Panas
Organisme intertidal juga mengalami
keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim dan memperlihatkan
adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas
internal.
c) Tekanan mekanik
Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda, pada
pantai berbatu dan pada pantai berpasir. Untuk mempertahankan posisi
menghadapi gerakan ombak, organisme intertidal telah membentuk beberapa
adaptasi.
d) Pernapasan
Diantara hewan intertidal terdapat kecenderungan
organ pernapasan yang mempunyai tonjolan kedalam rongga perlindungan untuk
mencegah kekeringan. Hal ini dapat terlihat jelas pada berbagai moluska dimana
insang terdapat pada rongga mantel yang dilindungi cangkang.
e) Cara Makan
Pada waktu makan, seluruh hewan intertidal
harus mengeluarkan bagian-bagian berdaging dari tubuhnya. Karena itu seluruh
hewan intertidal hanya aktif jika pasang naik dan tubuhnya terendam air. Hal
ini berlaku bagi seluruh hewan baik pemakan tumbuhan, pemakan bahan-bahan tersaring,
pemakan detritus maupun predator.
f) Tekanan Salinitas
Zona intertidal juga mendapat limpahan air
tawar yang dapat menimbulkan masalah tekanan osmotik bagi organisme intertidal
yang hanya dapat menyesuaikan diri dengan air laut. Kebanyakan tidak mempunyai
mekanisme untuk mengontrol kadar garam cairan tubuhnya dan disebut
osmokonformer. Adaptasi satu-satunya sama dengan adaptasi untuk melindungi dari
kekeringan
g) Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup
menetap atau bahkan melekat, sehingga dalam penyebarannya mereka menghasilkan
telur atau larva yang terapung bebas sebagai plankton. Hampir semua organisme
mempunyai daur perkembangbiakan yang seirama dengan munculnya arus pasang
surut tertentu, seperti misalnya pada waktu pasang purnama (Juwana, 2007).
2.4 Aliran Energi dan
Siklus Materi pada Zona Intertidal
2.4.1 Aliran
Energi
Pada
tumbuhan berklorofil, tumbuhan itu mensintesis substansi organis, menggunakan
energi dari matahari melalui proses fotosintesa, dan memerlukan nutrient
(makanan) seperti nitrat, fosfat, fe-anorganis, dan CO2. Protein,
lemak, dan karbohidrat merupakan mata rantai penghubung (link) pertama (produk
pertama) dalam rantai makanan (food
chains) dalam laut. Kecepatan akumulasi
energi pada produsen atau autotrof dikenal sebagai produktivitas primer.
Produktivitas primer merupakan hasil fotosintesis oleh tumbuhan berklorofil
termasuk ganggang. Jumlah
total energi kimia berupa bahan organik persatuan luas, persatuan waktu setelah
dikurangi energi untuk respirasi disebut produktivitas primer bersih.
Produktivitas primer bersih inilah yang berguna untuk manusia dan binatang
(hewan laut). Berikut aliran energi pada ekosistem intertidal :
Cahaya matahari sebagai
sumber energi utama yang memasuki ekosistem dan berfungsi sebagai faktor utama
selain air dan CO2 untuk proses fotosintesis. Dalam zona intertidal
berbagai macam alga, fitoplankton, Mikrofitobenthos bertindak sebagai produsen. Zooplankton
yang merupakan herbivor memakan fitoplankton, merubahnya menjadi jaringan tubuh
zooplankton (produk kedua). Dalam gambar tersebut, digambarkan
bahwa tingkat
trofik yang lebih tinggi terdapat kelompok herbivor yang meliputi burung, bulu
babi, limpet, siput litorina, dan microfauna (heterotrof) yang memanfaatkan
hasil sintesis (zat organik) dari kelompok produsen. Zooplankton
yang telah memakan fitoplankton tadi akan dimakan oleh zooplankton karnivor dan
oleh ikan predator yang memakan zooplankton (produk ketiga). Inilah
suksessitrofik dalam rantai makanan atau jaring-jaring makanan yang merupakan
tingkatan-tingkatan. Pada tiap tingkat itu bahan organis hilang melalui
ekskresi atau mati yang bukan karena dimakan oleh tingkat berikutnya. Bakteria
yang kemudian menguraikan bahan organik tersebut agar dapat digunakan lagi dan terjadi
regenerasi.
jaring-jaring makanan meiofauna yang potensial, meliputi makrofauna, meiofauna,
predator-predator yang berenang, dan makanan meiofauna. Makanan meiofauna
adalah diatom, bakteri, detritus dan bahan organik. Jika meiofauna tersuspensi,
maka ia dapat dimakan oleh predator-predator yang berenang seperti ikan, udang,
pemakan deposit atau 30 oleh pemakan suspensi (Mukayat, 1995).
2.4.2
Siklus Materi
Energi
yang menjadi penggerak sistem kehidupan dari hampir semua makhluk hidup berasal
dari matahari, sedangkan materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari
bumi. Oleh karena itu, setiap makhlik hidup terdiri atas materi yang juga
merupakan bagian dari bumi ini. Hampir 30 sampai 40 unsur diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organisme. Di antaranya yang terpenting adalah: C,
H, O, N, S, P, K, Ca, Fe, Mg, B, Zn, Cl, Mo, Co, I, dan F. Unsur-unsur ini
mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik.
Proses ini dikenal dengan siklus biogeokimia atau siklus organik-anorganik.
Siklus unsur-unsur ini tidak hanya melalui organisme saja tetapi juga diikuti
reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik. Siklus biogeokimia ada tiga
jenis, yaitu siklus hidrologi, siklus udara, dan siklus endapan.
1. Siklus
Hidrologi
Air
merupakan bagian yang cukup besar dari tubuh mahluk hidup. Proses-proses yang
berlangsung pada tubuh mahluk hidup memerlukan air sebagai medium, oleh karena
itu tanpa air maka tidak ada kehidupan. Pertukaran atmosfer, daratan, laut, dan
antara organisme dengan lingkungannya
berlangsung melalui siklus air. Siklus air melibatkan proses evaporasi,
transpirasi, pembentukan awan, presipitasi, kondensasi dan aliran air permukaan
Evaporasi sangat penting untuk kelembaban atmosfir dan kelembaban ini penting
untuk pembentukan awan dan presipitasi. Air yang sampai dipermukaan bumi dari
atmosfer terjadi melalui proses presipitasi dan kondensasi berupa hujan atau
salju. Sebaliknya air yang dari permukaan bumi mencapai atmosfer melalui proses
evaporasi dan transpirasi. Jumlah air yang tersedia untuk evaporasi ditentukan
oleh jumlah yang diberikan oleh proses presipitasi dan kondensasi. Air yang
jatuh ke permukaan bumi dapat langsung ke laut dan daratan. Di daratan air
mengalir melalui parit, danau, saluran-saluran di bawah tanah terus ke sungai
dan akhirnya ke laut, selama perjalanan ini air menguap melalui atmosfir.
Tumbuhan darat dan hewan darat memperoleh air selama air ada di perjalanan
dengan cara mengisap dan meminumnya. Sedangkan hewan dan tumbuhan darat
melepaskan air ke atmosfir melalui proses pernafasan, penguapan, dan paling
banyak pada hewan sewaktu hewan membuang kotorannya.
2. Siklus
Udara
a) Siklus
Oksigen
Oksigen ditemukan dalam
keadaan bebas di atmosfir dan terlarut didalam air, oksigen dilepaskan sebagai
hasil tambahan pada proses fotosintesis dan digunakan pada proses respirasi
oleh semua tumbuhan dan binatang. Sewaktu organisme hidup bernafas, CO2 dilepaskan
dan akan digunakan oleh tumbuhan hijau sebagai bahan mentah untuk sintesis
karbohidrat pada proses fotosintesis. Dengan cara ini O2 pada ekosistem dapat dipelihara.
b) Siklus
Karbon
Karbon merupakan unsur
penyusun semua senyawa organik. Selama transfer energi di dalam konsumsi
makanan berupa karbohidrat dan lemak, pergerakan karbon menuju ekosistem bersama
dengan aliran energi. Sumber karbon untuk organisme hidup adalah CO2
yang ditemukan baik dalam keadaan bebas di atmosfir maupun terlarut di dalam
air dan lapisan bumi. Tumbuh-tumbuhan menggunakan CO2 untuk
membentuk karbohidrat pada proses fotosintesis. Demikian juga lemak dan
polisakarida dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang akan di gunakan oleh hewan
herbivora. Karnivora yang memakan herbivora mengubah senyawa karbon menjadi
bentuk lain. Karbon dilepaskan ke atmosfir secara langsung berupa CO2 dari
respirasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bakteri dan jamur memecah senyawa organik
kompleks dari sisa tumbuh-tunbuhan dan binatang mati menjadi senyawa sederhana
yang akan berfungsi untuk siklus lain. Karbon organik juga terdapat pada kerak
bumi berupa batu bara gas alam, minyak, batu kapur, dan karang. Karbon tersebut
akan dibebaskan setelah periode waktu yang lama.
c) Siklus
Nitrogen
Nitrogen sangat penting
untuk pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan memperoleh nitrogen didalam tanah
berupa ammoniaum, ion nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-).
Sumber nitrogen yang paling penting untuk tumbuhan hijau adalah nitrogen yang
difiksasi oleh bakteri nitrogen. Beberapa bakteri yang memfiksasi nitrogen
terdapat pada bintil (nodule) akar Leguminosae dan tumbuhan lain serta
ditemukan bebas di dalam tanah. Nitrogen diambil dari udara secara langsung
oleh bakteri nitrogen oleh bintil akar yaitu oleh bakteri Rhizobium, atau oleh
bakteri aerob yang tumbuh bebas yaitu Azotobacter atau oleh bakteri tanah yang
anaerob yaitu Clostridium. Bakteri-bakteri ini menyediakan nitrogen yang
berguna untuk tumbuh-tumbuhan. Beberapa ganggang biru seperti Nostoc dan
anabaena juga mampu memfiksasi nitrogen. Jika nitrogen yang diserap berupa
nitrat akan direduksi menjadi amonia sebelum digunakan untuk sintesis asam
amino dan protein. Penguraian jaringan yang telah mati oleh bakteri pembusuk
menghasilkan senyawa ammonia dari protein dan senyawa lainnya seperti asan
nukleat. Bakteri Nitrosomonas mengoksidari ammonia menjadi nitrit dan
Nitrobakter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat (nitrifikasi). Ammonia dapat
diubah secara langsung menjadi nitrogen bebas oleh bakteri denitrifikasi,
sampah metabolisme senyawa nitrogen pada hewan dikeluarka berupa urea atu
senyawa nitrogen yang lainnya. Dengan cara diatas siklus nitrogen berulang
didalam ekosistem.
3. Siklus
Sendimen
Unsur-unsur
mineral yang diperlukan organisme diperoleh dari sumber-sumber anorganik, sumber
ini biasanya terlarut didalam air mineral. Garam-garam mineral secara langsung
berasal dari kerak bumi. Garam-garam yang larut mengikuti siklus air, dan
dengan pergerakan air mineral beredar dari tanah menuju aliran air, danau, dan
terakhir sampai tinggal di laut secata tetap. Garam-garam lain kembali menjadi
kerak bumi melalui proses sedimentasi. Tumbuhan dan binatang mengambil mineral
dari mineral terlarut dari habitatnya. Bila organisme itu mati maka mineralnya
akan kembali ke tanah dan air akibat kerja pengurai atau dekomposer (bakteri
dan jamur) dan transformer. Tumbuhan hijau dan pengurai memegang peranan
penting di dalam sirkulasi nutrien. Mineral fosfor, kalsium dan mineral lainnya
berada di laut dalam keadaan terlarut, kemudian terjadi proses sedimentasi.
Pada tekanan kdeposet sedimen ini, nutrien tersimpan untuk waktu yang tidak
terbatas dan dalam keadaan ini mineral itu terpisah dari jalur siklus. Bila
sedimen ini hancur karena pengaruh iklim, maka mineral itu akan terbaskan
kembali untuk menuju siklus lagi. Siklus nutrien bukan merupakan siklus yang
tertutupi di dalam ekosistem. Jumlah nutrien yang tersedia untuk tumbuhan pada
suatu ekosistem dibawa oleh hujan dan salju. Nutrien pada ekosistem berasal
dari proses presipitasi. Pengendapan materi-materi di dalam ekosistem itu dan
mineral yang dilepaskan karena proses pemecahan akibat pengaruh cuaca. Aliran
air dari hutan mengandung bahan mineral yang lebuh banyak di banding mineral
yang dibawa mwlalui proses sedimentasi. Nutrien di hutan tersimpan pada
tumbuhan dan lapisan humus. Bila tumbuhan di pindahkan maka sejumlah nutrien
iku terbawa. Ekosistem, hanya akan tetap produktif jika nutrien ada dalam
keadaan seimbang (Sudarmaji, 2012).
BAB
3. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah dijelaskan penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
Zona intertidal adalah zona litoral yang
secara reguler terkena pasang surut air laut, tingginya adalah dari pasang
tertinggi hingga pasang terendah. Di dalam wilayah intertidal terbentuk
banyak tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan habitat yang sangat
mengakomodasi organisme sedimenter. Morfologi di zona intertidal ini
mencakup tebing berbatu, pantai pasir, dan tanah basah / wetlands.
Zona intertidal secara bergantian tertutup oleh laut
dan terkena udara, sehingga organisme yang hidup di lingkungan ini harus
memiliki adaptasi baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya termasuk menjadi
hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi, dan
pengeringan. Bentuk adaptasi adalah mengcakup adaptasi
struktural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi struktural
merupakan cara hidup untuk menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan struktur
tubuh atau alat-alat tubuh ke arah yang lebih sesuai dengan keadaan lingkungan
dan keperluan hidup. Biota zona intertidal antara lain bulu babi, anemon
laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska
banyak gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.
3.2
Saran
Dalam mempelajari ekosistem zona intertidal diperlukan pemahaman dan konsep yang
baik dan benar agar dapat memahami komponen penyusun abiotik dan biotik dengan benar
serta dapat menjelaskan hal-hal apa saja yang terjadi dan yang berpengaruh pada ekosistem zona intertidal.
DAFTAR PUSTAKA
Hutabarat, S. 2008. Pengantar Oseanografi.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Juwana, Sri . 2007. Biologi Laut. Jakarta:
Djambatan.
Mukayat, D. Brotowidjoyo. 1995. Pengantar
Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Yogyakarta: Liberty.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi
Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
PT Gramedia
Pustaka Utama.
Odum. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta:
Universitas Gadja Mada.
Sudarmadji.
2012. Pengenalan Ekologi. Jember:
Yayasan Alam Lestari.
{ 2 komentar... read them below or Comment }
silahkan isi komentar anda, karena komentar anda sangat penting untuk perkembangan blog ini......
Terima Kasih
waaa... postingannya kok berhenti di tahun 2013. ayo gan.. sharing2 lagi.
BalasHapussalam blogger Biolearning Center
ya ampun.... kenapa aku nyasar di blog ini ya? :p
BalasHapus