Popular Post

Posted by : Unknown Selasa, 29 April 2014



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analisis Vegetasi
            Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono dalam Irwanto, 2007). Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya.

  Para pakar ekologi menggunakan analisis vegetasi sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem. Analisis vegetasi tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith dalam Bhima Wibawa Santoso).
            Hal utama dalam analisis vegetasi adalah cara mendapatkan data, terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan penyusun vegetasi, parameter kuantitatif dan kualitatif  yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data agar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh. Beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan, antara lain fisiognomi, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, dan bentuk pertumbuhan:
a.       Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat dideskripsikan berdasarkan pada penampakan spesies tumbuhan dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna tumbuhan yang tampak oleh mata.
b.      Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua spesies tumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara vertikal tidak menempati ruang yang sama.
c.       Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif spesies organisme dalam komunitas. Menurut penaksiran kualitatif, kelimpahan dapat dikelompokkan menjadi sangat jarang, jarang, sering, banyak atau berlimpah, dan sangat banyak (sangat berlimpah).
d.      Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organisme pada ruang secara horizontal, antara lain random, seragam, dan berkelompok.
e.       Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Misalnya pohon, semak, perdu, dan herba.
Sedangkan untuk parameter parameter kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan, antara lain densitas (kerapatan), frekuensi, dan dominansi. Berbagai jenis tumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, dan indeks nilai penting (INP).
            Seorang peneliti  dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi dengan menggunakan sampling. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari
1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herba) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

2.2  Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi
            Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei dalam Bhima Wibawa Santoso). Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik.
a.      Metode Destruktif (Pengukuran yang bersifat merusak)
            Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
b.      Metode nondestruktif
            Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan (tidak didasarkan pada taksonominya), dan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
c.       Metode non-floristika
            Metode non-floristika telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi, seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951), yang kemudian diekspresikan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973) yang membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristiknya di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.
Untuk memahami metode non-floristika ini sebaiknya perlu dikaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.
d.      Metode floristic
            Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi. Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristic ini sangat ditunjang dengan variable-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
1.      Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
  1. Kerimbunan, variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi di suatu kawasan, dan bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau dominasinya.
  2. Frekuensi, variable yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.

2.3 Teknik Sampling
            Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan
a.       Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur,       Metode Garis Berpetak)
b.      Metode Tanpa Petak (Metode garis menyinggung, metode intersepsi titik, metode jarak, dan metode kuadran) (Kusuma dalam Irwanto, 2007).
2.3.1        Metode Berpetak/ Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique)
            Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Plot yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun plot yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan.
            Bentuk plot yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, plot berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain itu, plot berbentuk lingkaran akan memberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat. Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parametemya, plot biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat, yaitu:
a.       Ukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon
b.       4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan
c.       1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba.
Tetapi, umummya para peneliti di bidang ekologi hutan membedakan potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu:
a.       semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m),
b.      pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10 cm),
c.       tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan
d.      pohon dewasa (diameter > 20 cm).
Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan 1x1 m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah).
(a). Petak Tunggal
            Dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva spesies-area. Untuk lebih jelasnya suatu contoh petak tunggal dapat dilihat pada gambar berikut:


Gambar 2.1  Suatu petak tunggal dalam analisis vegetasi
(b). Petak Ganda
            Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan menggunakan banyak plot yang letaknya tersebar merata. Peletakan plot sebaiknya secara sistematis.

(c.) Metode Jalur
            Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung.
Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.

(d.) Metode Garis Berpetak
            Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama.

2.3.2        Metode Tanpa Petak (plotless) / metode tanpa kuadrat
a.)                Metode kuadran
            Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh  (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tiang, contohnya vegetasi hutan. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.  Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Berikut langkah-langkah kerja jika anda akan melakukan penelitian/analisis vegetasi metode kudran:
1. Menyebarkan 5 kuadrat ukuran 1 m2 secara acak di suatu vegetasi tertentu.
2. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
3. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
4. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
5. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
6. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar.
b.) Metode Intersepsi Titik
            Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman dalam Bhima W. Santoso). Berikut langkah-langkah kerja jika akan melakukan penelitian/analisis vegetasi metode intersepsi titik:
1. Membuat 10 titik yang masing-masing titik berjarak 10 cm pada seutas tali rafia.
2.  menancapkan kawat atau lidi pada setiap titik dan menebar tali rafia tersebut secara acak atau sistematis.
3. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi pada setiap tumbuhan yang mengenai setiap kawat atau lidi tersebut.
4. Melakukan 10 kali pengamatan, sehingga akan diperoleh 10 seri titik.
5. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
6. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
7. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
8. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar.

2.4  Menghitung kerapatan, frekuensi, dominansi dan Indeks Nilai Penting
a.                   Densitas (kerapatan=K) adalah jumlah individu per satuan luas atau per unit volume. Densitas spesies ke-i dapat dihitung dengan cara:
K-i       =          jumlah individu satuan jenis (i)
                                    Luas seluruh plot

K Relatif (KR)-i          =          K suatu jenis      x 100%
                                                K total seluruh jenis
b.                  Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah plot tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah plot  yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya spesies dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Untuk analisis komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke-i (F-i), dan frekuensi relatif spesies ke-i (FR-i) dapat dihitung dengan rumus berikut:
F-i        =          jumlah satuan petak yang diduduki oleh jenis (i)
                                                            Jumlah seluruh plot

FR-i     =                      frekuensi jenis(i)          x 100%
                                    Jumlah frekuensi seluruh jenis
c.                   Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan. Berikut rumusnya:
D-i       =          jumlah kerimbunan individu suatu jenis (i)
                                                luas area sampel
DR-i    =                      dominansi jenis (i)             x 100%
                        Jumlah dominansi seluruh jenis

d.                  Indeks Nilai Penting (INP) atau important value index merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu vegetasi dalam ekosistemnya. Apabila nilai INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.
            Indeks nilai penting (INP) dapat digunakan untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen data parameter sendiri-sendiri dari nilai frekuensi, kerapatan, dan dominansinya tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang mempunyai kaitan dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dari INP nya. Yaitu suatu indeks yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi relatif (DR) :
            INP     =          KR+FR+DR
            Untuk mengetahui INP pada tingkat tumbuhan bawah (under stories), semai (seedling), dan pancang (sapling) dihitung dari nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR):
            INP     =          KR+FR
e.                   Indeks Keanekaragaman (Index of Diversity) merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas  tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas tersebut sangat tinggi.
            Suatu komunitas tersebut dinyatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya, suatu komunitas dinyatakan rendah apabila komunitas tersebut disusun oleh spesies yang sedikit dan hanya ada spesies yang dominan.

Leave a Reply

silahkan isi komentar anda, karena komentar anda sangat penting untuk perkembangan blog ini......

Terima Kasih

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Biologi Natural - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -